Hukum Membaca Surat Al Fatihah Beserta Dalilnya

Hukum Membaca Surat Al Fatihah Beserta Dalilnya

  • Admin
  • Feb 15, 2022

Banyak  dari kalangan umat Islam yang berdoa lantas menutup doa dengan membaca Surat Al Fatihah. Apa pandangan para ulama dalam masalah itu? Lantas apa pula dalil-dalil yang mendasari amalan itu?

Membaca Surat Al Fatihah setelah berdoa merupakan kebiasaan kaum Muslim sejak lama, sehingga para ulama pun juga telah membahas persoalan itu. Demikianlah pandangan ulama dari berbagai madzhab mengenai hukum membaca Surat Al Fatihah yang disertakan di saat seorang itu berdoa:

Hukum Membaca Surat Al Fatihah

Madzhab Hanafi

Al Allamah Ali Qari Al Hanafi berkata setelah menyebut sebuah atsar dari Atha` mengenai membaca Al-Qur`an untuk terkabulnya hajat, ”Inilah asal bagi apa yang populer bagi manusia dari pembacaan Al Fatihah dalam rangka pemenuhan hajat-hajat dan diperolehnya perkara-perkara penting.” (dalam Al Asrar Al Marfu`ah, hal. 252)

Madzhab Syafi`i

Sedangkan di kalangan ulama Madzhab Syafi’i beberapa ulama menyatakan bolehnya menutup doa dengan Surat Al Fatihah, di antara mereka adalah:

Imam  Asy Syihab Ar Ramli dimintai fatwa mengenai hukum membaca Al Fatihah setelah doa setelah melaksanan shalat, apakah ia memiliki asal sunnah? Imam Ar Ramli pun menjawab, ”Membaca Al Fatihah di pembukaan dan di akhiran doa atau untuk menunaikan hajat atau di permulaan majelis-majelis kebaikan atau di selain itu dari perkara-perkara yang penting bagi manusia. Ia adalah perkara yang disyari`atkan.” (dalam Fatawa Al Allamah Asy Syihab Ar Ramli, 1/160).

Pendapat serupa disampaikan oleh Ibnu Allan Ash Shiddiqi Asy Syafi`i dalam kitabnya. (Dalil Al Falihin li Thuruq Riyadh Ash Shalihin, 6/200).

Madzhab Hanbali

Syeikh Yusuf bin Abdil Hadi Al Hanbali yang masyhur dengan sebutan Ibnu Al Mibrad menulis sebuah risalah “Istianah bi Al Fatihah `Ala Najah Al Umur.” Dalam risalah itu Ibnu Abdil Hadi menyampaikan, ”Maka hendaklah engkau- semoga Allah merahmatimu- memperbanyak membaca Al Fatihah terhadap persoalan-persoalan dan hajat-hajatmu serta obat-obatmu serta kepentingan-kepentinganmu juga untuk setiap hal yang engkau hadapi.” (Istianah bi Al Fatihah `Ala Najah Al Umur, hal. 375, diterbitkan dalam Jamharah Al Ajza` Al Haditsiyah).

Dalil-dalil yang Dijadikan Pijakan

Para ulama menyatakan bolehnya mengawali doa dengan membaca surat Al Fatihah menggunakan beberapa dalil, di antaranya adalah:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَنْ صَلَّى صَلَاةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ» ثَلَاثًا غَيْرُ تَمَامٍ. فَقِيلَ لِأَبِي هُرَيْرَةَ: إِنَّا نَكُونُ وَرَاءَ الْإِمَامِ؟ فَقَالَ: «اقْرَأْ بِهَا فِي نَفْسِكَ»؛ فإنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: ” قَالَ اللهُ تَعَالَى: قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ: {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ}. قَالَ اللهُ تَعَالَى: حَمِدَنِي عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ: {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ}. قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ: {مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ}، قَالَ: مَجَّدَنِي عَبْدِي، وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي، فَإِذَا قَالَ: {إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ}.  قَالَ: هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ: {اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ}. قَالَ: هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ (أخرجه مسلم: 395, 1/296)

Artinya:

Dar Abu Hurairah  dari Nabi , beliau bersabda,”Barang siapa melaksanakan shalat dan di dalam shalat itu ia tidak membaca Umm Al Quran (Al-Fatihah) maka shalat itu kurang.” Tiga kali. Tidak sempurna (penjelasan periwayat Hadits). Maka dikatakan kepada Abu Hurairah: ”Sesungguhnya kami berada di belakang imam.” Maka Abu Hurairah pun berkata, ”Bacalah Al Fatihah sendiri, sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah  bersabda, ”Allah Ta’ala berfirman,’Aku telah membagi shalat antara Aku dengan hamba-Ku dua bagian. Dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta. Jika ia berkata: {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ}, maka Allah berfirman, ”Telah memujiku, hambaku.” Dan jika ia berkata: {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ}, Allah Ta’ala berfirman, ”Telah memuji-Ku hamba-Ku. Jika ia berkata: {مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ}, Allah Ta’ala berfirman,”Telah mengagungkan-Ku hamba-ku.” Dan sekali Ia juga berfirman, ”Telah menyerahkan kepada-Ku hamba-Ku.” Dan jika ia berkata: {إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ}, Allah Ta’ala berfirman, “Ini adalah antara Aku dan hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.” Jika ia berkata: {اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ}, Allah Ta’ala berfirman: “Ini bagi hamba-Ku apa yang ia minta.” (Riwayat Muslim: 395, 1/296).

Syeikh Ibnu Abdil Hadi Al Hanbali berkata, ”Sebagian dari mereka (para ulama) berhujjah dengan hadits ini bahwa tidak seorang pun membaca Al Fatihah dengan diniatkan untuk tertunaikannya hajat dan ia memohon hajatnya kecuali ia akan tertunaikan.” (Al Isti`anah bi Al Fatihah `ala Najah Al Umur, hal. 372).

Sedangkan hadits lain yang dijadikan para ulama sebagai dalil dalam masalah ini adalah hadist berikut:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: بَيْنَمَا جِبْرِيلُ قَاعِدٌ عِنْدَ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، سَمِعَ نَقِيضًا مِنْ فَوْقِهِ، فَرَفَعَ رَأسَه، فَقَالَ: هَذَا بَابٌ مِنَ السَّمَاءِ فُتِحَ اليَوْمَ، لَمْ يُفْتَحْ قَطُّ إِلا اليَوْمَ، فَنَزَلَ مِنْهُ مَلَكٌ، فَقَالَ: هَذَا مَلَكٌ نَزَلَ إِلَى الأَرْضِ، لَمْ يَنْزِلْ قَطُّ إِلا اليَوْمَ، فَسَلَّمَ وَقَال: أَبْشِرْ بِنُورَيْنِ أَوتِيتَهُمَا لَمْ يُؤْتَهُمَا نَبِىٌّ قَبْلَكَ، فَاتِحَةُ الكِتَابِ وَخَوَاتِيَمُ سُورَةِ البَقَرَةِ، لَنْ تَقْرَأَ بِحَرْفٍ مِنْهُمَا إِلا أُعْطِيتَهُ. (أخرجه مسلم: 806, 1/554)

Artinya:

Dari Ibnu Abbas ia berkata,”Sewaktu Jibril duduk bersama Rasulullah  ia (Jibril) mendengar suara (seperti terbukanya pintu), maka ia pun menengadahkan kepalanya, lantas berkata,”Ini adalah pintu langit dibuka hari ini, ia tidak pernah dibuka sama sekali, kecuali hari ini.” Lantas turunlah dari pintu itu malaikat.” Jibril berkata, ”Malaikat ini tidak pernah turun kecuali hari ini.” Lantas ia malaikat itu pun berkata, ”Aku memberi kabar gembira dengan dua cahaya yang diberikan kepadamu dan tidak pernah diberikan kepada seorang nabi pun sebelum engkau, Fatihah Al Kitab dan penutup surat Al Baqarah. Engkau tidak akan membaca satu huruf pun dari keduanya, kecuali engkau diberinya.” (Riwayat Muslim).

Syarafuddin Ath Thibi menyatakan, ”Barangsiapa bersungguh-sungguh dalam meminta dan menjadikan keduanya (Al Fatihah dan akhir Surat Al Baqarah) sebagai pembantu dengan membaca maka ia diberi apa yang ia cari.” (dalam Al Kasyif `an Haqaiq As Sunan, 5/1646).

Hal yang serupa juga dinyatakan oleh Ibnu `Allan As Siddiqi Asy Syafi`i dalam kitabnya. (Dalil Al Falihin li Thuruq Riyadh Ash Shalihin, 6/200).

Amalan Tabi`in

Diriwayatkan Abu Asy Syaikh dalam Ats Tsawab dari Atha` ia berkata,”Jika engkau menginginkan hajat maka bacalah Fatihah Al Kitab hingga engkau menyelesaikannya, maka hajatmu akan tertunaikan, dengan izin Allah.”

Al Allamah Mulla Ali Al Qari Al Hanafi berkata mengenai atsar tersebut,”Ini adalah usul terhadap apa yang dikenal oleh manusia dari bacaan Al Fatihah untuk menunaikan hajat-hajat dan untuk memperoleh hal-hal penting.” (dalam Al Asrar Al Marfua`ah, hal. 253).

Walhasil, hukum membaca surat Al Fatihah di akhir doa dengan tujuan agar hajat yang disampaikan dalam doa terkabulkan merupakan perkara yang disyari`atkan dan pendapat itu merupakan pendapat salaf, dalam hal ini Imam Atha` seorang tabi`in. Wallahu a`lam bish shawab.

Post Terkait :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *